Jumat, 11 Desember 2015

SEPOTONG KISAH TENTANG PAHLAWANKU



SEPOTONG KISAH TENTANG PAHLAWANKU
Oleh : Faza Muhandisa Asro/VIII UMAR

                Jika kalian hanya menganggap bahwa pahlawan itu adalah sesosok manusia yang menyelamatkan dunia dengan membasmi penjahat seperti superman, batman, atau sebagainya, kalian salah. Bukan, bukan itu yang kumaksud. Pahlawan ini mungkin tak seterkenal pahlawan pahlawan tersebut. Karena mungkin saja, jika di mata orang lain orang ini bukan siapa siapa. Tapi bagiku, dialah sosok pahlawan sebenarnya. Jika pahlawanku ini dihina, aku tak akan tinggal diam. Karena dialah seorang seorang wanita yang berjuang untuk menghidupi ketiga orang putranya, membiayai mereka, mengasuh mereka dengan sepenuh hati. Aku adalah anak bungsunya. Pahlawan yang kumaksud disini ialah orang yang telah berjuang melahirkanku dengan nyawa sebagai taruhannya. Dialah Ibuku, wanita terhebat, tercantik, tercerdas, dan terbaik dalam hidupku. Astuti Kusumorini.

                Beliau dilahirkan di Bulan April sekitar tahun 70-an. Ia tidak lahir dari keluarga yang berkecukupan. Ibunya hanya seorang guru SD pada zamannya, penghasilannya sangat minim. Untuk kebutuhan sekolah pun, ibunya kerap kali berhutang terlebih dahulu. Meski begitu, ia tidak minder atau bahkan putus asa untuk selalu berprestasi di sekolahnya. Berbagai prestasi ia torehkan, mulai dari bidang akademik hingga pidato. Kehidupannya bermula di Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah.

                Dilahirkan dalam keluarga yang kondisi ekonominya pas-pasan tidak membuatnya kehilangan semangat belajar. Masa-masa kecilnya hanya diisi oleh hal hal yang bermanfaat. Semangat belajar yang tinggi membuatnya selalu meraih nilai tertinggi. Mulai dari bangku SD, SMP, SMA, bahkan pada tingkat universitas sekalipun ia masih meraih nilai yang memuaskan.

                Beliau menyelesaikan SD-nya di Magelang. Saat menginjak bangku SMP, beliau pindah ke Purworejo. Lebih tepatnya di rumah pamannya. Ia sekolah di SMP terbaik pada masanya. Sekolah di sekolah terbaik membuatnya harus belajar lebih giat lagi, karena saingannya pun lebih berat. Tapi, lagi-lagi ia meraih nilai tertinggi. Bahkan se-Kabupaten Purworejo ia meraih nilai tertinggi. Begitu pula di SMA-nya, ia kembali meraih nilai tertinggi. Semangat belajarnya yang tinggi membuatnya sangat ingin melanjutkan kuliah. Padahal, mungkin pada saat itu tak banyak perempuan yang bersekolah tinggi.

                Ia menyelesaikan studi S1-nya di UGM. Universitas yang masuk dalam 5 besar universitas terbaik se-Indonesia. Setelah itu, ia menikah dengan seorang laki-lakiyang tak kalah hebatnya dengan dirinya. Dari hasil pernikahannya itu, ia diberi Allah 3 orang putra. Ia mengasuh ketiga orang anaknya dengan sebaik mungkin. Ia mengasuhnya, mendidiknya, merawat ketika putranya sedang sakit dengan penuh kasih sayang. Setelah membesarkan anaknya, ia kembali melanjutkan sekolahnya, ia menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di ITB.
                Sebagai anak dari seorang pahlawan yang telah membesarkanku. Aku akan selalu berusaha membanggakannya, tidak membuatnya kecewa. Walaupun sesukses apapun aku nanti, aku tidak akan melupakkan pahlawanku.

                Kisah ini hanyalah sepotong kecil tentang pahlawanku, teladanku. Banyak sekali pelajaran yang bisa kupetik dari dirinya. Kesuksesan tak membatasi siapapun dan apapun dia. Keinginan kitalah yang menentukan akan menjadi apa kita nanti.

                Dialah seorang wanita yang selalu mendukungku, memotivasiku agar bisa meraih cita-citaku. Dia jugalah yang selalu menyempatkan diri bangun di sepertiga malam untuk mendoakan kebaikan untukku. Ia selalu menasihatiku bila aku sedang dalam masalah, ia tak pernah marah bila aku marah dengannya, ia selalu mengajarkanku tentang arti sabar dan ikhlas. Dialah ibuku, pahlawanku. Saat ini beliau mengajar di UIN Bandung, menjadi dosen untuk mengamalkan ilmunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar