Senin, 11 Juli 2016

KEKURANGAN TIDAK MENJADI HAMBATAN

Kekurangan Tidak Menjadi Hambatan
Oleh : Raka Delmora

Terkadang, memang sulit untuk menerima keadaan hidup yang bisa dibilang berbeda dari anak-anak yang dilahirkan berkecukupan. Ditambah lagi keadaan fisik yang kurang sempurna. “Fisiknya tidak menunjukkan apa yang ada dalam tekad dan pikirannya.” mungkin itu kata yang bisa menggambarkan dirinya. Tak banyak orang yang mengenal orang ini, bahkan ada yang gak kenal sama sekali baik wajah maupun namanya. Dia adalah Muhammad Aimannurofi.
Siapa dia? Ya, memang jarang ada yang kenal, karena dia adalah saudaraku sendiri.  Kisah kehidupannya dimulai pada tanggal 1 November 1995. Ia lahir berbeda dari anak-anak biasanya, dokter bilang, Aiman mengidap talasemia yang menyebabkan tubuhnya kecil tidak bisa tumbuh. Hah? Sudahlah, Aiman bisa tumbuh kok. Akan tetapi, lebih lambat dari anak-anak biasanya. Kini ia tinggal di kota patriot alias kota Bekasi bersama dengan eyangnya. Saat ini ia berumur 16 tahun.
Ia memulai jenjang pendidikan di sebuah TK di daerahnya. Kemudian, karena tuntutan pekerjaan ayahnya, keluarganya pindah ke Bengkulu dan ia pun menjalani SD di sana hingga kelas 4 SD. Setelah selesai, ia kembali ke Bekasi untuk menamatkan SD-nya. Hingga kelas 3 SMP, ia memang sudah diketahui memiliki bakat untuk menjadi pelari. Karena, ia telah memenangkan beberapa perlombaan O2SN dari kelas 1-2 SMP. Tentu hal ini mengingatkan pengalamannya di masa-masa SD. Ketika itu, ia yang sedang sekolah bertepatan dengan praktik olahraga yaitu lari selama 4 menit. Sebelumnya, ia telah mengetahui bahwa ia tidak dapat berlari lebih dari 2 menit. Dan ia juga tahu, jika ia berlari melebihi 2 menit asmanya pasti kambuh. Tak disangka, ia pun memaksa untuk lari dan asmanya kambuh. Ia langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah ditangani, dokter bilang asmanya bisa sembuh total apabila Aiman berolahraga secara rutin. RUTIN. Bukan dihadapkan langsung dengan olahraga berat, dan yang disarankan adalah renang.
Kini ia telah berada di jenjang 2 SMA, tentunya asmanya sudah hilang. Tapi ia sudah tidak giat di cabang olahraga. Sekarang Aiman lebih memilih fokus pada akademiknya. Tentu hal ini ada pengaruhnya saat aiman 1 SMA semester 2. Saat itu ia menginjak usia remaja, tentunya ia banyak mendapat arus godaan. Sampai-sampai ia terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik, yang biasa dilakukan anak-anak seusianya pada umumnya. Karena itu, nilai-nilai akademiknya mulai turun khususnya IPA yang menjadi mata pelajaran idolanya sejak SMP. Ia pun lebih rajin ke warnet ketimbang ke sekolah, rokokpun sudah menjadi camilannya sehari-hari. Saat itu, orangtuanya tidak mengetahui apa yang diperbuat olehnya. Hingga aku menjadi orang pertama yang menceritakannya.
Setelah diketahui perbuatannya, ia dimarahi habis-habisan oleh orangtuanya. Dan pasti tidak hanya dimarahi, ia juga dinasihati. Tapi Aiman bukanlah orang yang hanya bisa merenungi kesalahannya. Tidak banyak bicara, ia mulai meniti lagi kehidupannya dengan mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat, ia pun mulai mengikuti berbagai organisasi. Diantaranya, KIR (Kelompok Ilmiah Remaja). Usahanya pun membuahkan hasil yang WOW! Setelah kutanya apa cita-citanya.... dia bilang, SYAHID!” WOW!
Dari sini kita bisa mengambil hikmah, bahwa keterpurukan itu bisa diangkat dengan usaha, asalkan kita mau. MAN JADDA WA JADDA insyaa ALLAH....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar