Kekurangan Tidak Menjadi
Hambatan
Oleh :
Raka Delmora
Terkadang, memang sulit untuk menerima keadaan hidup
yang bisa dibilang berbeda dari anak-anak yang dilahirkan berkecukupan. Ditambah lagi keadaan fisik yang
kurang sempurna. “Fisiknya tidak menunjukkan apa yang ada dalam tekad dan pikirannya.” mungkin itu kata yang
bisa menggambarkan dirinya. Tak banyak orang yang mengenal orang ini, bahkan
ada yang gak kenal sama sekali baik wajah maupun namanya. Dia adalah Muhammad
Aimannurofi.
Siapa dia? Ya,
memang jarang ada yang kenal,
karena
dia adalah saudaraku sendiri. Kisah
kehidupannya dimulai pada tanggal 1 November 1995. Ia lahir berbeda dari
anak-anak biasanya, dokter bilang,
Aiman mengidap talasemia yang menyebabkan tubuhnya kecil tidak bisa tumbuh. Hah? Sudahlah, Aiman bisa tumbuh
kok. Akan tetapi, lebih lambat dari
anak-anak biasanya. Kini ia tinggal di kota patriot alias kota Bekasi bersama
dengan eyangnya.
Saat
ini ia berumur 16 tahun.
Ia memulai
jenjang pendidikan di sebuah TK di daerahnya. Kemudian, karena tuntutan
pekerjaan ayahnya, keluarganya pindah ke Bengkulu dan ia pun menjalani SD di
sana hingga kelas 4 SD. Setelah selesai, ia kembali ke Bekasi untuk menamatkan
SD-nya. Hingga kelas 3 SMP,
ia memang sudah diketahui memiliki bakat untuk menjadi pelari. Karena,
ia telah
memenangkan beberapa perlombaan O2SN dari kelas 1-2 SMP. Tentu hal ini
mengingatkan pengalamannya di masa-masa SD. Ketika itu, ia yang sedang sekolah
bertepatan dengan praktik olahraga yaitu lari selama 4 menit. Sebelumnya, ia telah mengetahui
bahwa ia tidak dapat berlari
lebih dari 2 menit. Dan ia juga tahu, jika ia berlari
melebihi 2 menit asmanya pasti kambuh. Tak disangka, ia pun memaksa untuk lari dan
asmanya kambuh.
Ia
langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah ditangani, dokter bilang asmanya bisa
sembuh total apabila Aiman berolahraga secara rutin. RUTIN. Bukan dihadapkan langsung dengan
olahraga
berat, dan yang disarankan adalah
renang.
Kini ia telah berada di jenjang 2 SMA, tentunya asmanya sudah
hilang. Tapi ia sudah tidak giat di cabang olahraga. Sekarang Aiman lebih memilih fokus pada
akademiknya. Tentu hal ini ada pengaruhnya saat aiman 1 SMA semester 2. Saat
itu ia menginjak usia remaja, tentunya ia banyak mendapat arus godaan.
Sampai-sampai ia terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik, yang biasa
dilakukan anak-anak seusianya pada umumnya. Karena itu, nilai-nilai akademiknya
mulai turun khususnya IPA yang menjadi mata pelajaran idolanya sejak SMP. Ia pun lebih rajin ke warnet
ketimbang ke sekolah, rokokpun sudah menjadi camilannya sehari-hari. Saat itu, orangtuanya tidak
mengetahui apa yang diperbuat olehnya. Hingga aku menjadi orang pertama yang
menceritakannya.
Setelah diketahui perbuatannya, ia dimarahi habis-habisan oleh orangtuanya. Dan pasti tidak hanya dimarahi, ia juga dinasihati. Tapi Aiman bukanlah
orang yang hanya bisa merenungi kesalahannya. Tidak banyak bicara, ia mulai
meniti lagi kehidupannya dengan mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat,
ia pun mulai mengikuti berbagai organisasi. Diantaranya, KIR (Kelompok
Ilmiah Remaja).
Usahanya pun membuahkan hasil yang WOW! Setelah kutanya apa cita-citanya....
dia bilang, “SYAHID!” WOW!
Dari sini kita bisa mengambil hikmah, bahwa
keterpurukan itu bisa diangkat dengan usaha, asalkan kita mau. MAN JADDA WA
JADDA insyaa ALLAH....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar