Rabu, 13 Juli 2016

Balas Budi



Balas Budi
Oleh : M. A. Mukhlish Laya

Engkau sebagai pelita
Dalam kegelapan...
Engkau laksana embun penyejuk
Dalam kehausan...
Engkau patriot pahlawan bangsa...
Tanpa tanda jasa...
        Himne Guru –

M
ungkin semua orang boleh sukses dalam kehidupan fana ini. Mungkin esok lusa, bolehlah kau menjadi pengusaha sukses. Boleh pula kau menjadi manajer perusahaan terkemuka. Namun, apalah artinya bila kita tak tahu apa arti sepenggal kata ‘BALAS BUDI’. Siapa yang membuat kita sukses? Siapa? Allah, sudah pasti. Orangtua, tak dapat dipungkiri. Dan satu lagi adalah orang-orang yang sangat superior. Siapakah gerangan yang disebut-sebut sebagai orang-orang superior itu? Yup! Orang-orang biasa menyebutnya dengan guru, kawan.

P
ernahkah kalian terpikir untuk membalas jasa mereka? Paling-paling juga hanya terlintas di benak terluar. Lantas? Hilang seketika? Hanyut dalam ribuan pemikiran lainnya? Baiklah, kita tak perlu berlama-lama disini kawan. Saat aku masih duduk di bangku 1 SD, aku pernah mengalami kejadian yang begitu mengesankan, penuh makna, dan memaksa hati kecil kita keluar dari lubuk hati terdalam dan menyiratkan ungkapan balas budi.

W
aktu itu aku masih kelas satu, masih terlalu kecil untuk menyimpulkan berbagai kejadian yang kualami. Saat pelajaran tahfidz, sang Guru menyuruh kami untuk mengantri setoran. Namun, di tengah keremangan yang melanda kelompok tahfidz kami, terciumlah bau yang sangat amat pekat. Baunya seperti bau ‘tai’. Sang Guru segera mengambil langkah tepat. “Yang sudah setoran silahkan keluar!” Itu berarti, agar tidak tercium lagi bau tersebut. Namun, aku yang menjadi biang masalah pada saat itu, memasang muka tados. Akhirnya setelah setoran, aku langsung keluar dan mengambil langkah seribu ke kamar mandi. Wali kelasku segera mengejarku. Dan aku bilang bahwa tadi tidak tahan, jadi keluarlah ‘bongkahan lembek’ itu. Aku yang pada saat itu belum terbiasa cebok sendiri, bingung berbuat apa. Lantas, dengan segenap keramahan hati yang dimiliki olehnya. Ia terpaksa turun tangan mencebokiku.

J
uga saat aku sakit tipes di rumah. Butuh berminggu-minggu untuk sepenuhnya lepas dari tipes ini. Sepertinya, virus didalam tubuhku memang betah. Atau mungkin apalah? Entahlah, aku tak tahu pastinya. Masalahnya bukan hanya itu, tidak bisa keluar rumah. Apa-apa saja diambilkan. Ditambah lagi, pekan itu adalah pekan ujian. Akhirnya, setelah ibuku mengonfirmasi, wali kelasku datang dengan membawa kertas-kertas ujian. Dan akupun mengerjakannya di kasur, sehari dua soal. Sekitar lima hari wali kelasku rutin datang. Dan membawa ‘teman-teman’ mengajarnya.

K
enapa aku tidak menulis kisah guru yang sedang mengajar. Karena itu sudah terlalu wajar, atau dalam bahasa kita, mainstream. Dan, yang terpenting adalah bagaimana cara membalas kebaikannya, sementara kesalahannya dilupakan. Percuma kalau kita jadi apapun nanti, tapi tak tahu arti 2 kata dengan 9 huruf(BALAS BUDI) ini. Minimal, dikenang saja dalam lubuk hati terdalam. Simpan ‘folder-folder memori’ kenangan indah bersama guru-gurumu di dalam benakmu. Mungkin, hanya dua kenangan yang bisa kutuliskan secara rinci. Sebenarnya, masih banyak lagi kenangan yang tak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Jadi, tunggu apalagi? Saat liburan nanti, berlarilah secepat mungkin kesekolahmu. Gapai tangannya. Katakan TERIMA KASIH telah mengajariku selama ini! Move on!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar