Balas Budi
Oleh : M. A. Mukhlish Laya
Engkau sebagai pelita
Dalam kegelapan...
Engkau laksana embun penyejuk
Dalam kehausan...
Engkau patriot pahlawan bangsa...
Tanpa tanda jasa...
–
Himne Guru –
M
|
ungkin semua
orang boleh sukses dalam kehidupan fana ini. Mungkin esok lusa, bolehlah kau menjadi
pengusaha sukses. Boleh pula kau menjadi
manajer perusahaan terkemuka. Namun, apalah artinya bila kita tak tahu apa arti sepenggal kata ‘BALAS BUDI’. Siapa yang
membuat kita sukses? Siapa? Allah,
sudah pasti. Orangtua,
tak dapat dipungkiri. Dan satu lagi adalah orang-orang yang sangat superior.
Siapakah gerangan yang disebut-sebut sebagai orang-orang superior itu? Yup!
Orang-orang biasa menyebutnya dengan
guru, kawan.
P
|
ernahkah
kalian terpikir untuk membalas jasa mereka? Paling-paling juga hanya terlintas
di benak terluar. Lantas? Hilang seketika? Hanyut dalam ribuan pemikiran
lainnya? Baiklah, kita tak perlu berlama-lama disini kawan. Saat aku masih
duduk di bangku 1 SD, aku pernah mengalami kejadian yang begitu mengesankan,
penuh makna, dan memaksa hati kecil kita keluar dari lubuk hati terdalam dan
menyiratkan ungkapan balas budi.
W
|
aktu itu aku
masih kelas satu, masih terlalu kecil untuk menyimpulkan berbagai kejadian yang
kualami. Saat pelajaran tahfidz, sang Guru
menyuruh kami untuk mengantri setoran. Namun, di tengah keremangan yang melanda
kelompok tahfidz kami, terciumlah bau yang sangat amat pekat. Baunya seperti
bau ‘tai’. Sang Guru segera
mengambil langkah tepat. “Yang sudah setoran silahkan keluar!” Itu berarti, agar tidak tercium lagi bau tersebut. Namun,
aku yang menjadi biang masalah pada saat itu, memasang muka tados. Akhirnya
setelah setoran, aku langsung keluar dan mengambil langkah seribu ke kamar
mandi. Wali kelasku segera mengejarku. Dan aku bilang bahwa tadi tidak tahan,
jadi keluarlah ‘bongkahan lembek’ itu. Aku yang pada saat itu belum terbiasa
cebok sendiri, bingung berbuat apa. Lantas, dengan segenap keramahan hati yang
dimiliki olehnya. Ia terpaksa turun tangan mencebokiku.
J
|
uga saat aku
sakit tipes di rumah. Butuh berminggu-minggu untuk sepenuhnya lepas dari tipes
ini. Sepertinya, virus didalam tubuhku memang betah. Atau mungkin apalah?
Entahlah, aku tak tahu pastinya.
Masalahnya bukan hanya itu, tidak bisa keluar rumah. Apa-apa saja diambilkan. Ditambah lagi, pekan itu adalah pekan ujian. Akhirnya, setelah ibuku mengonfirmasi, wali kelasku
datang dengan membawa kertas-kertas ujian. Dan akupun mengerjakannya di kasur,
sehari dua soal. Sekitar lima hari wali kelasku rutin datang. Dan membawa
‘teman-teman’ mengajarnya.
K
|
enapa aku
tidak menulis kisah guru yang sedang mengajar. Karena itu sudah terlalu wajar,
atau dalam bahasa kita, mainstream. Dan, yang terpenting
adalah bagaimana cara membalas kebaikannya,
sementara kesalahannya dilupakan. Percuma
kalau kita jadi apapun nanti, tapi tak tahu
arti 2 kata dengan 9 huruf(BALAS BUDI) ini.
Minimal, dikenang saja
dalam lubuk hati terdalam. Simpan ‘folder-folder memori’ kenangan indah bersama
guru-gurumu di dalam benakmu. Mungkin,
hanya dua kenangan
yang bisa kutuliskan secara rinci. Sebenarnya,
masih banyak lagi kenangan yang tak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Jadi,
tunggu apalagi? Saat liburan nanti,
berlarilah secepat mungkin kesekolahmu. Gapai tangannya. Katakan TERIMA KASIH
telah mengajariku selama ini! Move on!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar