Minggu, 10 Juli 2016

Makan lagi… Makan lagi…



Makan lagi… Makan lagi…
oleh : Afrizal Naufal Ghani

“Kak, sebentar lagi kamu akan dapat adik baru!”
Aku mendengar kata-kata itu saat duduk di bangku taman kanak-kanak. Bingung? Pasti! Namanya bocah masih TK, masih polos, masih imut-imutnya, gak ngerti apa maksud kata-kata itu. “Maksudnya apa mi?”. kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. ”Umi hamil kak!” entah kenapa saat umi ngomong gitu otakku masih aja gak konek. Yaudah, walaupun gak konek, aku merasa seneng aja karena dikasih tau mau dapat adik baru. Padahal, saat itu aku gak ngerti dapat adik baru itu apa.
Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan dan pada saat itu aku masih tak paham aku mau dapet apa. “Umi ! Mana adik barunya….?” entah sudah puluhan atau bahkan ratusan kali aku bertanya seperti itu ke umi,─mungkin─sampai umi bosan menjawabnya. Tanpa aku sadari, ternyata perut umi semiakin lama semakin besar. Dan saat aku tersadar kalo perut umi semakin besar, aku jadi sering nangis. Karena, aku pikir kalau perut umi akan meledak! Hahaha, itulah anak-anak. Terkadang, kalau aku ingat lagi peristiwa itu rasanya geli sendiri menyadari betapa bodohnya aku saat itu.
Yap! Akhirnya adik yang sekian lama dijanjikan sama umi lahir juga. Dia lahir berbeda dengan anak-anak yang lainnya, kalau anak-anak kebanyakan lahir diusia kandungan 9 bulan. Nah! Adikku ini, lahir justru diusia kandungan lebih dari 10 bulan. Inilah adikku, namanya gak jauh beda sama kakaknya, kalau kakaknya namanya Afrizal Naufal Ghani. Nah! Kalau adiknya namanya Dayyan Naufal Ghani, dia biasanya dipanggil Dayyan. Ia lahir di Depok, 9 Agustus  2007, nama Dayyan Naufal Ghani memiliki arti “Pemimpin dermawan yang kaya”.
“Umi! Kok namanya adek artinya pemimpin? Kok kakak enggak?” sempat ada rasa iri sama adek hanya gara-gara filosofi nama saja, hahaha. Adikku memiliki perawakan yang gendut. saking gendutnya, sampai-sampai ia dijuluki “Si gendon” oleh mbahku. Sebetulnya, julukan “si gendon” itu adalah nama kucing peliharaan mbahku yang juga memiliki perawakan seperti adekku yang gendut. Berbeda dengan kakaknya yang kurus dan langsing, hahaha.
“Sebenernya yang jadi kakak itu Afrizal atau Dayyan, sih? Kok badannya gedean adeknya?”

Hahaha, banyak sekali orang yang bilang begitu. Adikku memulai jenjang pendidikannya di TK Shibhotullah, adikku memang anak yang bisa dibilang lambat dalam berkomunikasi. Bayangkan saja! Saat duduk di bangku taman kanak-kanak saja omongan dia masih sulit dimengerti oleh gurunya. Jangankan gurunya, keluarganya saja terkadang tidak paham dengan apa yang ia maksud.
“Kalo sekolah itu naik kelas, mosok ini turun kelas to’ le le…….”
itulah kalimat yang dikatakan mbahku pada si Dayyan. Yap! Karena kemampuan berkomunikasinya yang belum memadai, ia diharuskan turun kelas. Ingat! Turun kelas! Bukan tidak naik kelas, saat sudah TK A, gurunya memutuskan Dayyan harus kembali lagi ke playgroup. Padahal, saat itu Dayyan bisa dibilang “kolot” kalau dibandingkankan dengan teman-temannya di playgroup. Tapi, karena adikku belum mengerti, ya… jadi perasaan dia biasa aja.
Saat sedang khusuk melaksanakan sholat isya berjamaah di masjid bersama abiku, tersengar suara isak tangis yang sangat keras. Setelah dicek ternyata adikku yang menangis, abiku mengira hanya jatuh biasa mangkanya saat itu abiku hanya memberikan salep penghilang rasa nyeri seadanya. Tapi, saat diolesi salep justru tangisnya malah semakin menjadi-jadi. Akhirnya, pukul 12 malam abiku membawa Dayyan ke rumah sakit. Ternyata, setelah diperiksa Dayyan divonis patah tulang akibat jatuh di masjid tadi. Dan akhirnya, adikku harus digips dan sampai sekarang tangannya bengkok akibat patah tulang.
“Umi, makan! Umi, makan! Mbah, makan!”

Yap! Adikku memang punya hobi makan. Sampai-sampai, katanya dia akan minta makan setiap 2 jam sekali. Mangkanya badannya gemuk. Tapi, walaupun memiliki hobi makan, sejak TK kalau puasa ramadhan ia selalu full 30 hari sampai maghrib. Dan semenjak kelas 1 SD dia juga sudah terbiasa berpuasa sunnah senin & kamis, serta tidak pernah mengeluh sama sekali! Bahkan, banyak teman-teman di sekolahnya yang menggodanya saat ia sedang berpuasa. Tapi hebatnya dia selalu kuat dan selalu berkata, “Aku lagi puasa” mangkanya terkadang aku suka malu kalau tidak melaksanakan puasa sunnah di Assyifa.
Abi             : “Adik sama kakak itu banyak persamaannya”
Dayyan      : “Emang apa bi?”
Abi             : “Kalo kakak suka burger ade suka?”
Dayyan      : “Burger!”
Abi             : “Kalo kakak suka kebab ade suka?”
Dayyan      : “Kebab!”
Abi             : “Kalo kakak sholeh ade juga?”
Dayyan      : “Sholeh!”
Abi             : “Kalo kakak ranking 1 ade ranking?”
Dayyan      : “Depalan!”
Hahaha, itulah pembicaraan yang membuat seluruh anggota keluarga tertawa terbahak-bahak melihat kepolosan jawaban adikku. Memang saat aku duduk di kelas 1 SD aku mendapatkan ranking 1, sedangkan adikku mendapatkan ranking 8. Ya, itulah dunia anak-anak. Penuh rasa, tawa, canda, keunikan, inspirasi, semua barcampur menjadi satu. Dan kita bisa mengambil pelajaran walaupun dari seorang anak kecil. Tidak harus selalu dengan mendengarkan ocehan guru, duduk diam di dalam kelas. Inilah kehidupan sosial, bagaimana kita bisa mencontoh anak kelas 1 SD sudah mampu berpuasa sunnah tanpa harus disuruh dan atas kemauan dirinya sendrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar