Makan lagi… Makan lagi…
oleh : Afrizal Naufal Ghani
oleh : Afrizal Naufal Ghani
“Kak,
sebentar lagi kamu akan dapat adik baru!”
Aku
mendengar kata-kata itu saat duduk di bangku taman kanak-kanak. Bingung? Pasti!
Namanya bocah masih TK, masih polos, masih imut-imutnya, gak ngerti apa maksud
kata-kata itu. “Maksudnya apa mi?”. kata-kata itu
terlontar begitu saja dari mulutku. ”Umi hamil kak!” entah kenapa saat umi
ngomong gitu otakku masih aja gak konek. Yaudah, walaupun gak konek, aku merasa
seneng aja karena dikasih tau mau dapat adik baru. Padahal, saat itu aku gak
ngerti dapat adik baru itu apa.
Berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan dan pada saat itu aku masih tak paham aku mau
dapet apa. “Umi ! Mana adik barunya….?” entah sudah puluhan atau bahkan ratusan
kali aku bertanya seperti itu ke umi,─mungkin─sampai umi bosan menjawabnya. Tanpa aku sadari, ternyata perut umi
semiakin lama semakin besar. Dan saat aku tersadar kalo perut umi
semakin besar, aku jadi sering nangis. Karena, aku pikir kalau perut umi akan
meledak! Hahaha, itulah anak-anak. Terkadang, kalau aku ingat lagi peristiwa
itu rasanya geli sendiri menyadari betapa bodohnya aku saat itu.
Yap!
Akhirnya adik yang sekian lama dijanjikan sama umi lahir juga. Dia lahir
berbeda dengan anak-anak yang lainnya, kalau anak-anak kebanyakan lahir diusia
kandungan 9 bulan. Nah! Adikku ini, lahir justru diusia kandungan lebih dari 10
bulan. Inilah adikku, namanya gak jauh beda sama kakaknya, kalau kakaknya namanya
Afrizal Naufal Ghani. Nah! Kalau adiknya namanya Dayyan Naufal Ghani, dia
biasanya dipanggil Dayyan. Ia lahir di Depok, 9 Agustus 2007, nama Dayyan Naufal Ghani memiliki arti
“Pemimpin dermawan yang kaya”.
“Umi!
Kok namanya adek artinya pemimpin? Kok kakak enggak?” sempat ada rasa iri sama
adek hanya gara-gara filosofi nama saja, hahaha. Adikku memiliki perawakan yang
gendut. saking gendutnya, sampai-sampai ia dijuluki “Si gendon” oleh mbahku.
Sebetulnya, julukan “si gendon” itu adalah nama kucing peliharaan mbahku yang
juga memiliki perawakan seperti adekku yang gendut. Berbeda dengan kakaknya
yang kurus dan langsing, hahaha.
“Sebenernya
yang jadi kakak itu Afrizal atau Dayyan, sih? Kok badannya gedean adeknya?”
Hahaha,
banyak sekali orang yang bilang begitu. Adikku memulai jenjang pendidikannya di
TK Shibhotullah, adikku memang anak yang bisa dibilang lambat dalam
berkomunikasi. Bayangkan saja! Saat duduk di bangku taman kanak-kanak saja
omongan dia masih sulit dimengerti oleh gurunya. Jangankan gurunya, keluarganya
saja terkadang tidak paham dengan apa yang ia maksud.
“Kalo
sekolah itu naik kelas, mosok ini turun kelas to’ le le…….”
itulah kalimat yang dikatakan mbahku pada si Dayyan. Yap! Karena kemampuan berkomunikasinya yang belum memadai, ia diharuskan turun kelas. Ingat! Turun kelas! Bukan tidak naik kelas, saat sudah TK A, gurunya memutuskan Dayyan harus kembali lagi ke playgroup. Padahal, saat itu Dayyan bisa dibilang “kolot” kalau dibandingkankan dengan teman-temannya di playgroup. Tapi, karena adikku belum mengerti, ya… jadi perasaan dia biasa aja.
itulah kalimat yang dikatakan mbahku pada si Dayyan. Yap! Karena kemampuan berkomunikasinya yang belum memadai, ia diharuskan turun kelas. Ingat! Turun kelas! Bukan tidak naik kelas, saat sudah TK A, gurunya memutuskan Dayyan harus kembali lagi ke playgroup. Padahal, saat itu Dayyan bisa dibilang “kolot” kalau dibandingkankan dengan teman-temannya di playgroup. Tapi, karena adikku belum mengerti, ya… jadi perasaan dia biasa aja.
Saat
sedang khusuk melaksanakan sholat isya berjamaah di masjid bersama abiku,
tersengar suara isak tangis yang sangat keras. Setelah dicek ternyata adikku
yang menangis, abiku mengira hanya jatuh biasa mangkanya saat itu abiku hanya
memberikan salep penghilang rasa nyeri seadanya. Tapi, saat diolesi salep
justru tangisnya malah semakin menjadi-jadi. Akhirnya, pukul 12 malam abiku
membawa Dayyan ke rumah sakit. Ternyata, setelah diperiksa Dayyan divonis patah
tulang akibat jatuh di masjid tadi. Dan akhirnya, adikku harus digips dan
sampai sekarang tangannya bengkok akibat patah tulang.
“Umi, makan! Umi, makan!
Mbah, makan!”
Yap!
Adikku memang punya hobi makan. Sampai-sampai, katanya dia akan minta makan
setiap 2 jam sekali. Mangkanya
badannya gemuk. Tapi, walaupun memiliki hobi makan, sejak TK kalau puasa
ramadhan ia selalu full 30 hari
sampai maghrib. Dan semenjak kelas 1 SD dia juga sudah terbiasa berpuasa sunnah
senin & kamis, serta tidak pernah mengeluh sama sekali! Bahkan, banyak
teman-teman di sekolahnya yang menggodanya saat ia sedang berpuasa. Tapi
hebatnya dia selalu kuat dan selalu berkata, “Aku lagi puasa” mangkanya
terkadang aku suka malu kalau tidak melaksanakan puasa sunnah di Assyifa.
Abi : “Adik
sama kakak itu banyak persamaannya”
Dayyan : “Emang apa bi?”
Abi : “Kalo kakak suka burger ade suka?”
Dayyan : “Burger!”
Abi : “Kalo kakak suka kebab ade suka?”
Dayyan : “Kebab!”
Abi : “Kalo kakak sholeh ade juga?”
Dayyan : “Sholeh!”
Abi : “Kalo kakak ranking 1 ade ranking?”
Dayyan : “Depalan!”
Dayyan : “Emang apa bi?”
Abi : “Kalo kakak suka burger ade suka?”
Dayyan : “Burger!”
Abi : “Kalo kakak suka kebab ade suka?”
Dayyan : “Kebab!”
Abi : “Kalo kakak sholeh ade juga?”
Dayyan : “Sholeh!”
Abi : “Kalo kakak ranking 1 ade ranking?”
Dayyan : “Depalan!”
Hahaha,
itulah pembicaraan yang membuat seluruh anggota keluarga tertawa terbahak-bahak
melihat kepolosan jawaban adikku. Memang saat aku duduk di kelas 1 SD aku
mendapatkan ranking 1, sedangkan
adikku mendapatkan ranking 8. Ya,
itulah dunia anak-anak. Penuh rasa, tawa, canda, keunikan, inspirasi, semua
barcampur menjadi satu. Dan kita bisa mengambil pelajaran walaupun dari seorang
anak kecil. Tidak harus selalu dengan mendengarkan ocehan guru, duduk diam di dalam
kelas. Inilah kehidupan sosial, bagaimana kita bisa mencontoh anak kelas 1 SD
sudah mampu berpuasa sunnah tanpa harus disuruh dan atas kemauan dirinya
sendrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar