MENJADI
LEBIH BAIK
OLEH
: SYIFA AGNI NURFADLIKA
Di
sebuah hutan yang rimbun, tak jauh dari perkotaan, hidup berbagai jenis hewan.
Mereka semua tinggal berdekatan. Tapi sayangnya,
tak satupun dari mereka hidup dengan akur. Kerjaanya setiap hari pasti bertengkar, adu mulut, atau jika ada salah satu dari mereka terkena musibah, tetangga terdekatpun acuh saja seperti tak ingin tahu apa yang terjadi di rumah tetangga sebelah.
tak satupun dari mereka hidup dengan akur. Kerjaanya setiap hari pasti bertengkar, adu mulut, atau jika ada salah satu dari mereka terkena musibah, tetangga terdekatpun acuh saja seperti tak ingin tahu apa yang terjadi di rumah tetangga sebelah.
Awalnya,
desa ini adalah desa yang paling maju diantara desa-desa yang lain. Mereka
saling hidup akur, saling berbagi, bahkan saling memberi bantuan kepada
tetangga yang membutuhkan. Ya, itulah desa ini saat dua tahun yang lalu. Saat
desa ini dipimpin oleh raja singa, sang kepala desa yang amat adil dan
bijaksana. Sekarang, desa ini bukan lagi dipimpin oleh singa, melainkan raja
kancil yang selalu berbuat semena-mena dan tak peduli apapun yang terjadi pada
rakyatnya.
Belakangan
ini, desa menjadi kacau balau. Berantakan. Layaknya tak memiliki pemimpin.
Mereka mengikuti kebiasaan raja kancil. Karena,layaknya peribahasa saja, buah yang jatuh tak akan jauh dari pohonnya.
*****
Semburat
sinar matahari pagi menerobos melalui celah-celah pepohonan. Hijaunya pepohonan
seakan membuat mata tak ingin berkedip. Udara yang sejuk semakin menambah
keelokan hutan ini. Para hewan mulai bangun dari tidurnya. Tetapi, rasanya
mereka tak ingin membuka selimut tebal yang sepanjang malam menemani tidur
mereka. Termasuk Cila, anak kelinci yang selalu ceria dan penuh semangatpun
enggan beranjak dari tempat tidurnya. Tapi, apa boleh buat, hari semakin siang,
dan ia harus mencari makan sebelum teman temannya mendapatkan makanan.
Dalam
perjalanan, Cila menemukan sebuah danau yang indah dan jernih. Ia pun tertarik
untuk beristirahat. Sesampainya di tepi danau, Cila melihat seekor anak katak
melompat menghampirinya dan menyapa.
“ Hai,
siapa namamu, teman?” tanya anak katak mengawali pembicaraan.
“ Hai,
namaku Cila. Bagaimana denganmu?” jawab Cila dan ia memberi pertanyaan balik
kepada anak katak.
“
Namaku Taka. Apa yang sedang kau lakukan disini?” sahut anak katak itu yang
ternyata bernama Taka. Cila menjawab pertanyaan yang membuat Taka penasaran.
“ Aku
sedang mencari makan. Tapi tanpa sengaja, aku melihat danau ini dan ingin
beristirahat sebentar disini.”
Tak
lama, mereka bersahabat. Mereka saling bercerita tentang keindahan desa ini.
Tapi, tib-tiba, Taka menyeletuk.
“Cil,
apa kau pernah berpikir tentang desa ini yang kian hari kian memburuk?”
“ Ya,
bahkan aku sering berpikir tentang hal itu. Apakah mungkin ini semua akibat
kepala desa kita yang selalu berbuat semena-mena dan tak pernah bertanggung
jawab atas rakyat yang ia pimpin? Aku sendiri juga bingung tentang hal itu.”
Jawab Cila.
“ Oh
ya,aku kepikiran sesuatu. Bagaimana kalau kita melakukan debat saja dengan raja
kancil? Nanti, jika kita menang, raja kancil berhak diturunkan, tetapi jika
kita kalah, raja kancil ditambahkan waktu jabatannya.. Bagaimana ? Bukankah itu
lebih baik?” usul Taka tak mau kalah. Cila langsung menyetujui usulan itu.
“ Oke! Tapi
bagaimana kita memberitahu kepada raja kancil ?” Cila berbalik bertanya.
“
Begini saja. Kita mengirim surat kepada raja kancil. Kalo bisa sekalian saja
undang semua rakyat yang tinggal di desa ini. Oke?”
“
Oke!!” sahut Cila mantap.
Merekapun menulis sebuah surat. Isinya yaitu :
Yth. Kepala Desa
Raja
Kelinci
Wahai Raja kami yang agung, kam ingin
mengusulkan sesuatu kepadamu. Bagaimana jika kita melakukan debat? Karena kami
semua, rakyat desa sangat kecewa atas kepimpinanmu. Nanti pada hari minggu,
kami tunggu kehadiranmu di lapangan desa. Dan kami juga ikut mengundang seluruh
rakyat desa. Terima kasih untuk pehatiannya.
Rakyat
Desa
*****
Hari
yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Pagi ini, matahari bersinar begitu
cerah. Dedaunan penuh dengan air embun. Burung-burung berkicauan kian kemari,
membuat lapangan desa tambah meriah. Rakyat-rakyat desa semakin lama semakin
banyak yang berdatangan. Suasana lapangan tambah meriah dengan kedatangan raja
kancil yang dikawal oleh puluhan pengawalnya.
Acara
pun dimulai. Cila dan Taka mengajukan beberapa pertanyaan kepada raja kancil.
Pertanyaan pertama pun dilontarkan.
“ Saat
jembatan di bagian barat desa roboh. Apakah raja mengetahuinya ?” tanya Cila.
Raja kancil
diam terpaku. Ia bingung hendak berkata apa. Saat jembatan desa roboh, raja
sendiri sedang berpesta dengan para pejabat-pejabat desa.
Para
rakyat, Cila dan juga Taka menunggu kata-kata yang akan dilontarkan sang raja
untuk menjawab pertanyaan. Tapi, setelah menunggu beberapa menit, raja kancil
baru menjawabnya.
“ Perlu
kalian ketahui, rakyatku, saat jembatan di bagian barat desa roboh, waktu itu
aku sedang ditugaskan untuk pergi ke desa seberang. Maka dari itu, aku tidak
mengetahuinya. Dan setelah aku kembali dari desa itu, barulah aku mendengar
tentang kabar itu, dan segera mengirimkan bantuan untuk memperbaiki jembatan
itu. Tapi, alhasil, tak ada satupun pesuruhku yang memperbaiki jembatan itu.”
Jelas raja panjang lebar sambil mencoba berbohong.
“ Apakah
engkau menjawabnya dengan jujur, wahai raja?” tanya Taka meyakinkan.
“ Ya, aku
menjawabnya dengan jujur” jawab raja.
“ Tapi kami
memiliki bukti.” Sahut Cila dan Taka bersamaan. Pak Domi, salah satu pejabat
desa maju ke depan untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya saat jembatan
desa roboh.
Pak Domi
menjelaskan panjang lebar. Sedangkan raja kancil hanya meredam rasa marahnya.
Hingga akhirnya, raja mengungkapkan amarahnya saat Pak Domi selesai berbicara.
“ Dasar kau
pengkhianat?!? Berani-beraninya kau membuka rahasia perangkat desa!!” mukanya
berubah seketika menjadi merah padam. Pejabat-pejabat desa lainnya mencoba
menenangkan raja kancil. Sedangkan Cila dan Taka melanjutkan perdebatan.
“ Sesuai
dengan perjanjian, jika raja kancil kalah, maka ia berhak untuk diturunkan jabatannya.
Dan jika raja menang, maka ia berhak untuk diperpanjang masa jabatannya. Karena
saat ini, raja tidak menjawab dengan jujur keadaan yang sebenarnya terjadi,
maka raja kancil akan diturunkan dari jabatannya mulai saat ini!”.
Rakyat
bersorak gembira sambil bertepuk tangan. Mereka terlihat begitu bahagia. Tapi
sebaliknya, raja kancil marah bercampur sedih. Akhirnya, ia pun diizinkan untuk
mengucapkan permintaan maaf karena telah berbuat semena-mena terhadap
rakyatnya.
Bersamaan
dengan perdebatan itu, mereka juga memutuskan pemimpin baru. Hasilnya, ayah
Cila diangkat menjadi raja.
Seminggu
telah berlalu, desa mulai berubah menjadi lebih baik. Rakyat menjadi akur
seperti semula, dan saling tolong-menolong jika ada tetangga yang terkena
musibah.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar