Senin, 16 November 2015

Menjadi Lebih Baik



MENJADI LEBIH BAIK

OLEH : SYIFA AGNI NURFADLIKA
                 
      Di sebuah hutan yang rimbun, tak jauh dari perkotaan, hidup berbagai jenis hewan. Mereka semua tinggal berdekatan. Tapi sayangnya,
tak satupun dari mereka hidup dengan akur. Kerjaanya setiap hari pasti bertengkar, adu mulut, atau jika ada salah satu dari mereka terkena musibah, tetangga terdekatpun acuh saja seperti tak ingin tahu apa yang terjadi di rumah tetangga sebelah.
          Awalnya, desa ini adalah desa yang paling maju diantara desa-desa yang lain. Mereka saling hidup akur, saling berbagi, bahkan saling memberi bantuan kepada tetangga yang membutuhkan. Ya, itulah desa ini saat dua tahun yang lalu. Saat desa ini dipimpin oleh raja singa, sang kepala desa yang amat adil dan bijaksana. Sekarang, desa ini bukan lagi dipimpin oleh singa, melainkan raja kancil yang selalu berbuat semena-mena dan tak peduli apapun yang terjadi pada rakyatnya.
          Belakangan ini, desa menjadi kacau balau. Berantakan. Layaknya tak memiliki pemimpin. Mereka mengikuti kebiasaan raja kancil. Karena,layaknya peribahasa saja, buah yang jatuh tak akan jauh dari pohonnya.
                                                          *****
          Semburat sinar matahari pagi menerobos melalui celah-celah pepohonan. Hijaunya pepohonan seakan membuat mata tak ingin berkedip. Udara yang sejuk semakin menambah keelokan hutan ini. Para hewan mulai bangun dari tidurnya. Tetapi, rasanya mereka tak ingin membuka selimut tebal yang sepanjang malam menemani tidur mereka. Termasuk Cila, anak kelinci yang selalu ceria dan penuh semangatpun enggan beranjak dari tempat tidurnya. Tapi, apa boleh buat, hari semakin siang, dan ia harus mencari makan sebelum teman temannya mendapatkan makanan.
          Dalam perjalanan, Cila menemukan sebuah danau yang indah dan jernih. Ia pun tertarik untuk beristirahat. Sesampainya di tepi danau, Cila melihat seekor anak katak melompat menghampirinya dan menyapa.
          “ Hai, siapa namamu, teman?” tanya anak katak mengawali pembicaraan.
          “ Hai, namaku Cila. Bagaimana denganmu?” jawab Cila dan ia memberi pertanyaan balik kepada anak katak.
          “ Namaku Taka. Apa yang sedang kau lakukan disini?” sahut anak katak itu yang ternyata bernama Taka. Cila menjawab pertanyaan yang membuat Taka penasaran.
          “ Aku sedang mencari makan. Tapi tanpa sengaja, aku melihat danau ini dan ingin beristirahat sebentar disini.”
          Tak lama, mereka bersahabat. Mereka saling bercerita tentang keindahan desa ini. Tapi, tib-tiba, Taka menyeletuk.
          “Cil, apa kau pernah berpikir tentang desa ini yang kian hari kian memburuk?”
          “ Ya, bahkan aku sering berpikir tentang hal itu. Apakah mungkin ini semua akibat kepala desa kita yang selalu berbuat semena-mena dan tak pernah bertanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin? Aku sendiri juga bingung tentang hal itu.” Jawab Cila.
          “ Oh ya,aku kepikiran sesuatu. Bagaimana kalau kita melakukan debat saja dengan raja kancil? Nanti, jika kita menang, raja kancil berhak diturunkan, tetapi jika kita kalah, raja kancil ditambahkan waktu jabatannya.. Bagaimana ? Bukankah itu lebih baik?” usul Taka tak mau kalah. Cila langsung menyetujui usulan itu.
          “ Oke! Tapi bagaimana kita memberitahu kepada raja kancil ?” Cila berbalik bertanya.
          “ Begini saja. Kita mengirim surat kepada raja kancil. Kalo bisa sekalian saja undang semua rakyat yang tinggal di desa ini. Oke?”
          “ Oke!!” sahut Cila mantap.
           Merekapun menulis sebuah surat. Isinya yaitu :
Yth. Kepala Desa
        Raja Kelinci
           Wahai Raja kami yang agung, kam ingin mengusulkan sesuatu kepadamu. Bagaimana jika kita melakukan debat? Karena kami semua, rakyat desa sangat kecewa atas kepimpinanmu. Nanti pada hari minggu, kami tunggu kehadiranmu di lapangan desa. Dan kami juga ikut mengundang seluruh rakyat desa. Terima kasih untuk pehatiannya.
                                                                                      Rakyat Desa
                                                *****
          Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Pagi ini, matahari bersinar begitu cerah. Dedaunan penuh dengan air embun. Burung-burung berkicauan kian kemari, membuat lapangan desa tambah meriah. Rakyat-rakyat desa semakin lama semakin banyak yang berdatangan. Suasana lapangan tambah meriah dengan kedatangan raja kancil yang dikawal oleh puluhan pengawalnya.
          Acara pun dimulai. Cila dan Taka mengajukan beberapa pertanyaan kepada raja kancil. Pertanyaan pertama pun dilontarkan.
          “ Saat jembatan di bagian barat desa roboh. Apakah raja mengetahuinya ?” tanya Cila.
Raja kancil diam terpaku. Ia bingung hendak berkata apa. Saat jembatan desa roboh, raja sendiri sedang berpesta dengan para pejabat-pejabat desa.
Para rakyat, Cila dan juga Taka menunggu kata-kata yang akan dilontarkan sang raja untuk menjawab pertanyaan. Tapi, setelah menunggu beberapa menit, raja kancil baru menjawabnya.
“ Perlu kalian ketahui, rakyatku, saat jembatan di bagian barat desa roboh, waktu itu aku sedang ditugaskan untuk pergi ke desa seberang. Maka dari itu, aku tidak mengetahuinya. Dan setelah aku kembali dari desa itu, barulah aku mendengar tentang kabar itu, dan segera mengirimkan bantuan untuk memperbaiki jembatan itu. Tapi, alhasil, tak ada satupun pesuruhku yang memperbaiki jembatan itu.” Jelas raja panjang lebar sambil mencoba berbohong.
“ Apakah engkau menjawabnya dengan jujur, wahai raja?” tanya Taka meyakinkan.
“ Ya, aku menjawabnya dengan jujur” jawab raja.
“ Tapi kami memiliki bukti.” Sahut Cila dan Taka bersamaan. Pak Domi, salah satu pejabat desa maju ke depan untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya saat jembatan desa roboh.
Pak Domi menjelaskan panjang lebar. Sedangkan raja kancil hanya meredam rasa marahnya. Hingga akhirnya, raja mengungkapkan amarahnya saat Pak Domi selesai berbicara.
“ Dasar kau pengkhianat?!? Berani-beraninya kau membuka rahasia perangkat desa!!” mukanya berubah seketika menjadi merah padam. Pejabat-pejabat desa lainnya mencoba menenangkan raja kancil. Sedangkan Cila dan Taka melanjutkan perdebatan.
“ Sesuai dengan perjanjian, jika raja kancil kalah, maka ia berhak untuk diturunkan jabatannya. Dan jika raja menang, maka ia berhak untuk diperpanjang masa jabatannya. Karena saat ini, raja tidak menjawab dengan jujur keadaan yang sebenarnya terjadi, maka raja kancil akan diturunkan dari jabatannya mulai saat ini!”.
Rakyat bersorak gembira sambil bertepuk tangan. Mereka terlihat begitu bahagia. Tapi sebaliknya, raja kancil marah bercampur sedih. Akhirnya, ia pun diizinkan untuk mengucapkan permintaan maaf karena telah berbuat semena-mena terhadap rakyatnya.
Bersamaan dengan perdebatan itu, mereka juga memutuskan pemimpin baru. Hasilnya, ayah Cila diangkat menjadi raja.
Seminggu telah berlalu, desa mulai berubah menjadi lebih baik. Rakyat menjadi akur seperti semula, dan saling tolong-menolong jika ada tetangga yang terkena musibah.
                                     
                                        TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar