Senin, 16 November 2015

Bondi dan Tuan Mursi



BONDI DAN TUAN MURSI
Alyssa Najwa Soraya/VIII Asiah

        Hai semua! Kenalkan, namaku Bondi! Bison pribadi milik panglima perang Negeri Tatuna. Negeri Tatuna, dikenal sebagai negeri penghasil populasi bison terbanyak di dunia. Karena banyaknya populasi bison dan minimnya populasi kuda, saat perang melawan negeri lain, bisonlah yang ditunggangi para pasukan perang Negeri Tatuna.
        Pemilikku, panglima perang Negeri Tatuna, Tuan Mursi, terkenal sebagai panglima yang gagah dan tangguh di mata pasukan lainnya. Begitu pula aku, dikenal sebagai bison paling gagah dan tangguh di mata bison-bison lainnya. Nampaknya, buluku yang hitam legam membuat teman-temanku merasa kagum, fisikku yang kuat pula sepertinya membuat mereka terpana.
        “Bondi!” Tuan Mursi memanggil dan menepuk pundakku. “Sebentar lagi kita akan sampai di medan perang. Siapkan tenagamu dan lakukan yang terbaik!”
        Aku melenguh. Tanpa disuruh pun aku akan melakukan yang terbaik untuk Tuan Mursi. Saat ini, aku dan Tuan Mursi memang tengah dalam perjalanan menuju medan perang. Negeri Tatuna memang tengah bertarung dengan Negeri Masalo karena masalah kekuasaan, tanah, dan... entahlah, aku tidak terlalu mengerti. Di belakang kami, ratusan pasukan perang beserta senjata dan bison-bisonnya mengikuti.
        Dari kejauhan, aku melihat siluet hitam rombongan berkuda mendekat. Itu pasukan perang Negeru Masalo! Kuda mereka dan keluarga bisonku berderap semakin kencang, dan cring! Cring! Ptak! Pedang pun saling beradu.
        Tuan Mursi dengan lihainya memainkan pedang diatas punggungku. Mengenai satu dua pasukan Masalo. Darah terlihat menggenang dimana-mana. Aku terus berderap dengan gagah, membawa Tuan Mursi membantai musuh.
        BRAK!
        Terdengar suara gedebuk terjatuh. Tiba-tiba punggungku menjadi ringan. Tuan Mursi? Kenapa punggungku jadi terasa amat ringan? Kemana Tuan Mursi-ku?
        Aku segera membalikkan badan, melihat Tuan Mursi yang jatuh tengkurap dengan sebuah anak panah yang menusuk. Berkubang dalam genangan darahnya sendiri. Tuan Mursi! Tuan! Tak terasa air mataku mengalir perlahan.
        Tuanku yang gagah dan tangguh... Tuan yang selalu mengajakku kemanapun beliau pergi. Tuan Mursiku...
        Tak ada gunanya lagi aku disini, sebagai tunggangan tanpa pemilik.  Tapi... tunggu dulu! Aku akan tetap membela Negeri Tatuna karena Tuan Mursi, demi Tuan Mursi! Aku akan tetap berada di sini, walau pada akhirnya aku tetap harus mati.

Alyssa Najwa Soraya
8 Asiah

1 komentar: