RUSA TAK BERDOSA
OLEH M. ALFAN RUSYDA
|
Disuatu hutan nan
lebat lagi sejuk, yang jika diperkecil lagi, di sebuah anak sungai yang berada
di sebuah goa pendek yang akan menmuju suatu lubuk yang dinamai ‘Lubuk
Larangan’. Di sana, hidup sekelompok rusa
yang ‘terlihat baik-baik saja’, mereka sedang bermain di dekat sungai.
“Ayah, kenapa kita
tinggal di goa ini?” tanya seekor anak rusa.
“Ayah tidak tahu pasti anakku, sejak ayah
lahirpun, ayah sudah tinggal disini. Tetapi saat ayah masih kecil, ayah pernah
diceritakan oleh kakekmu. Kata kakekmu, dulu para rusa bebas bermain dan
berlarian disebuah pemukiman manusia. Hinga, ada sekelompok pemburu yang
mengetahui bahwa di pemukiman tersebut terdapat kawanan rusa. Lantas, mereka
menyerbu para rusa. Kakek dan nenekmu adalah 2 dari beberapa rusa yang selamat.
Setelah itu, ayah tidak tahu kelanjutannya.” kata ayahnya yang mengenang cerita
kake dari anaknya itu.
Tanpa mereka
sadari, ada beberapa manusia yang sedang mengintip mereka melalui celah-celah
ranting-ranting yang menutupi mulut goa ̶̶̶
yang sebenarnya dibuat oleh leluhur kampung untuk melindungi rusa. Bukan,
mereka bukanlah orang jahat. Mereka hanyalah dua dari empat bersaudara yang
merupakan anak dari salah seorang tetua kampung yang bijak. Mereka ditemani
pamannya ̶ yang sejak kecil sering ‘mengunjungi’ hutan
tersebut ̶ melihat rusa-rusa tersebut dan menyebutnya,
‘mengintip putri mandi’. Mereka berdua sedang diajari tentang kebijakan leluhur
kampung yang merupakan cabang dari kebijakan alam.
Beberapa minggu kemudian, ada beberapa
orang pemburu yang mengetahui lokasi rusa-rusa tersebut. Mereka datang dan
menangkap ayah rusa tersebut. Salah seorang pemburu terjerembab kedalam sungai
dan tulang kakinya patah dua, salah satunya merobek kulit.
Di waktu yang bersamaan dengan bersantainya empat anak dari salah
satu tetua kampung yang bijak itu, Para Pemburu mengklakson kearah mereka. Sang
Ayah pun beranjak mendekati mobil mereka sembari bertanya,
“Ada yang bisa saya bantu?”.
Salah seorang pemburu itu menjawab, “Kami
membutuhkan air.”
Sang Ayah berteriak kepada putri sulungnya,
“Eli, bawakan beberapa botol air!”
Eli, putri sulungnya itu pun segera
masuk kedalam untuk mengambil air.
Saat si sulung menghampiri mobil ia
kaget, kaget tak hanya karena tulang kaki seorang pemburu menembus keluar,
tetapi juga kaget karena melihat sebuah karung yang mengeluarkan darah.
“Tenang saja, ini balasan yang
setimpal untuk hasil yang berharga ini.”
Sang Anak rusa yang sejak tadi
mengikuti para pemburu dan bersembunyi di semak belukar sambil menahan tangis,
seolah mengerti apa yang sedang dikatakan oleh pemburu tersebut.
Setelah para pemburu itu pergi, anak
rusa tersebut menghampiri empat orang anak dan ayahnya itu, lalu tauh
terduduk dihadapan mereka. Si Sulung, Amelia merangkul anak rusa tersebut,
seolah mengerti perasaan anak rusa tersebut. Amelia berbisik kepada anak rusa
tersebut, ”Bersabarlah, aku mengerti...”
“Anak-anakku, janganlah kalian seperti
mereka. Kalian boleh mengambil kekayaan alam, tapi hanya secukupnya,
seperlunya. Jika kalian tamak mengambil kekayaan alam, memaksakan kehendak,
yang akan menghentikan kalian hanyalah azab-Nya yang sangat pedih. Semua
peraturan dari alam ini tujuannya adalah untuk membuat manusia berpikir sebelum
bertindak. Itulah yang disebut ̶ “
“Kebijakan leluhur kampung” jawab dua
anaknya yang waktu itu melakukan hal ‘mengintip putrri mandi’.
“Hah? Jadi kalian sudah tahu ya?” tanya
ayahnya.
”Paman yang memberi tahu kami.” jawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar